BPS NTB Ingatkan Waspada Inflasi Dua Digit,Imbau Petani Bawang Tidak Jual Semua ke Luar Daerah

Kepala BPS NTB Wahyuddin. Photo: Yoo


BisnisNTB,Mataram - Badan Pusat Statistik (BPS) NTB mengingatkan agar mewaspadai angka inflasi yang bisa mencapai dua digit hingga akhir tahun 2022. Ketika angka inflasi dua digit, maka dapat melemahkan pertumbuhan ekonomi dalam daerah. 


"Sekarang ini angka inflasi kita year on year bulan Juli 2022 mencapai 6,58 persen, karena nanti yang kita pakai saat akhir tahun adalah bulan Desember," kata Kepala BPS NTB Wahyuddin dikantornya, kemarin (1/8). 


Menurutnya, angka inflasi yang berpotensi dua digit ini jika tanpa dilakukan intervensi hingga akhir tahun. Sehingga diharapkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) NTB lebih meningkatkan upaya intervensi terhadap komoditas-komoditas penyumbang inflasi. 


"Kalau sudah sampai dua digit, inflasi tinggi maka melemahkan ekonomi. Inflasi tinggi maka orang-orang tidak mampu membeli barang-barang, produksi pun akhirnya tidak jalan karena banyak yang sisa," terangnya. 


Pada inflasi bulan Juli ini, kata dia, komoditas penyumbang inflasi masih didominasi bidang atau sektor transportasi angkutan udara sebesar 4,19 persen. Namun bidang ini dianggap tidak terlalu mempengaruhi ekonomi, lantaran pengguna transportasi angkutan udara digunakan masyarakat menengah ke atas. 


Lain halnya dengan komoditas penyumbang inflasi dari bahan makanan minuman dan tembakau. Yang angka inflasinya mencapai 1,89 persen di bulan Juli. Komoditas ini diwanti BPS harus dijaga angka inflasinya, jangan terlalu tinggi jangan pula terlalu rendah yang menyebabkan deflasi. 


"Karena ini menyangkut kehidupan para petani juga kalau deflasi. Dua hal ini yang mesti dipikirkan, satu sisi kita ingin petani sejahtera dari kenaikan komoditas. Sisi lain, jangan sampai berpengaruh pada kelompok pengeluaran lain," imbaunya. 


Sebagai contoh, pada komoditas makanan minuman dan tembakau terdapat bawang merah, tomat, ikan bandeng, cabai merah dan ikan tongkol yang diawetkan menyumbang inflasi sebesar 1,83 persen. 


"Bawang merah ini di Pulau Sumbawa harganya Rp 30-35 ribu per kilogram, sedangkan di Kota Mataram bisa mencapai Rp 75-80 ribu per Kg dipasaran," tambah Wahyuddin. 


Lantas intervensi apa yang mesti dilakukan? Wahyuddin menyarankan, hasil panen bawang merah di Pulau Sumbawa untuk tidak mengirim atau menjual semua ke daerah luar. Diakui, dirinya sudah turun lapangan menanyakan langsung soal harga bawang merah di Pulau Sumbawa. 


"Bawalah ke Pulau Lombok supaya harganya bisa dikendalikan, umumnya kan kebanyakan dibawa keluar daerah karena dinilai sangat menguntungkan," imbaunya. 


Menyinggung soal komoditas beras dan minyak goreng yang mengalami deflasi pada bulan Juli ini, Wahyuddin menyebutkan angkanya masih aman. Hanya saja perlu disorotkan adalah harga gabah petani yang mencapai Rp 3.500-4.000 per kilogram. 


"Ini yang pengaruhi turunnya harga beras, hingga deflasi bulan ini," tandasnya. (BS1/Yoo)