BisnisNTB,Mataram - Sebagai bagian dari side event rangkaian kegiatan Presidensi G20 Indonesia 2022 dan meningkatkan pemahaman mengenai manfaat agenda strategi G20 serta mendukung keberhasilan Presiden dalam G20, Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar Talkshow On Strategic Issues in G20 :“Digital Literacy To Optimize Financial Inclusion”. Senin (22/8)
Gubernur Nusa Tenggara
Barat Doktor Haji Zulkieflimansyah menegaskan, bahwa literasi keuangan menjadi
tantangan utama Indonesia termasuk masyarakat di Nusa Tenggara Barat.
Diketahuinya dengan baiknya literasi keuangan ini maka akan semakin banyak
masyarakat yang sadar terkait produk dari jasa keuangan dan akan semakin
meningkat pula transaksi keuangan yang ada sehingga akan mampu meningkatkan
pergerakan roda perekonomian.
“Literasi keuangan ini
menjadi tantangan utama dari Indonesia apalagi NTB gitu, banyak organisasi
pemuda kita tidak tahu cara cari duit, bagaimana yang lain-lain. Sehingga
bagaimana melek financial dan ASN kita juga ngerti ini itu apalagi
pimpinan-pimpinan pondok pesantren,” ungkapnya
Sementara itu Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat Heru Saptaji menyatakan kegiatan ini merupakan salah satu dari side event G20 yang dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi publik mengenai pentingnya G20 dalam konteks ekonomi Indonesia.
“Temanya tadi Digital
Literacy To Optimize Financial Inclusion, bagaimana kita juga melihat
pentingnya sisi-sisi keuangan inklusi harus menjadi pekerjaan rumah dan fokus
perhatian kita masa kini dan masa akan datang,” ucapnya
Lebih lanjut Heru
menjelaskan bahwa inklusi keuangan menjadi bagian yang sangat penting sebab
pihaknya memikirkan pemerataan ekonomi sehingga masyarakat yang menikmati akses
keuangan tidak hanya terbatas pada segmen-segmen tertentu tapi juga
segmen-segmen yang ada di lapisan bawah didalamnya.
Oleh karena itu, akses
keuangan inklusifnya harus ditambah. Trend ekonomi sekarang ini berbasis
digital sehingga akses keuangan tentunya tidak lagi semata-mata yang berbasi
kompensional. Namun akses pembiayaan dan akses keuangan yang berbasis digital.
“Ada narasumber dari fintec-fintec, dari pelaku-pelaku ekonomi digital atau pembiayaan ekonomi digital yang menurut saya akan memberikan perspektif inside-inside terbarunya. Bagaimana masyarakat bisa menikmati yang lebih mudah, lebih cepat, lebih baik, lebih aman, tidak mengambil akses keuangan digital yang ngawur. Sehingga masyarakat menjadi lebih baik,” ujarnya
Dengan literasi
keuangan yang semakin lebih baik akan meminimalisir munculnya kasus-kasus
penyalahgunaan akses keuangan digital yang ilegal. Sehingga diharapkan
pemahaman-pemahaman mengenai keuangan digital ini dari hari kehari semakin
lebih baik.
Menurut Heru Saptaji,
digitalisasi keuangan di pondok pesantren juga digencarkan sehingga dapat
diterapkan. Sebagai contoh, akses ekonomi produktif di ponpes tidak lagi
berjualan secara konvensional tetapi masuk ke pasar e-commerce, pasar virtual.
“Itu juga sudah mulai
kita lakukan di beberapa pondok pesantren. Bagaimana proses transaksi keuangan
di pesantren kita upayakan untuk nantinya proses transaksi keuangan di
pesantren untuk tidak memakai uang tunai namun pakai QRIS (Quick Response Code
Indonesian Standard). Bagaimana membayar SPP tidak lagi gunakan uang tunai
lagi, bagaimana bersedekah di pesantren. Jadi bagaimana kebiasaan-kebiasaan itu
semakin pasih untuk menggunakan aplikasi digital sebagai bagian kehidupan sehari-hari,”
jelasnya.
Seperti diketahui
Literasi keuangan yang baik sangat diperlukan untuk mendukung berbagai fungsi
ekonomi. Literasi keuangan memiliki dampak yang sangat besar pada perekonomian.
Kelangsungan pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan tingkat literasi
keuangan yang tinggi karena tingkat jumlah penggunaan produk dan jasa keuangan
yang tinggi akan mampu menstimulasi permintaan pada produk dan jasa keuangan
secara berkelanjutan. (BS2)