BPS NTB: Sebut Nilai Tukar Petani di Provinsi NTB Naik 2,27 Persen

Kepala BPS NTB, Dr. Arief Chandra Setiawan saat menyampaikan Berita Resmi Statistik di aula Tambora BPS NTB, Rabu (01/02). Photo:Istimewa

Mataram- Badan Pusat Statistik (BPS) NTB  menyebutkan bahwa sektor pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam kondisi stabil sepanjang tahun 2022. Hal itu terbukti dari  perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi NTB pada Januari 2023 sebesar 110,43 atau naik 2,27 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Kenaikan NTP dikarenakan kenaikan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) sebesar 3,02 persen lebih tinggi dibandingkan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) yaitu sebesar 0,74 persen. 


Sebagian besar NTP bernilai di atas 100 kecuali untuk subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat yaitu sebesar 90,40. NTP sub sektor lainnya masing-masing sebagai berikut: Subsektor Tanaman Pangan sebesar 110,14, Subsektor Hortikultura sebesar 138,48 persen, Subsektor Peternakan sebesar 102,77 persen, dan Subsektor Perikanan sebesar 114,29. 


"Nilai tukar petani harus tetap berada di angka 100 untuk menjaga kestabilan Nilai Tukar petani. Alhamdulillah NTP petani di NTB tidak kurang dari angka ratusan, sehingga sektor pertanian tetap stabil," ungkap Kepala BPS NTB, Dr. Arief Chandra Setiawan saat menyampaikan Berita Resmi Statistik di aula Tambora BPS NTB, Rabu (01/02). 


Dijelaskannya, NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.


"Komoditas penyumbang utama  baik NTP dan NTUP adalah gabah, jagung, bawang merah dan cabai rawit," tambahnya.


Selain itu, Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Provinsi NTB Januari 2023 sebesar 111,14 atau naik 2,97 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya. Begitu juga dengan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di Provinsi NTB pada Januari 2023 terjadi kenaikan sebesar 1,11 persen yang disebabkan oleh kenaikan indeks pada kelompok pengeluaran Makanan, Minuman, dan Tembakau; Pakaian dan Alas Kaki; Perlengkapan, Peralatan Dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga; Kesehatan; Rekreasi, Olahraga, dan Budaya; Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran; Serta Perawatan Pribadi dan jasa Lainnya. (red.)